Latest News

Penambahan Tepung Temulawak Dalam Ransum Terhadap Persentase Karkas Dan Lemak Abdominal Kelinci

Pengaruh Penambahan Tepung Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Dalam Ransum Terhadap Persentase Karkas Dan Lemak Abdominal Kelinci Lokal Jantan

PRIYO WISMA RAYOGI

Kelinci. Naiknya permintaan masyarakat terhadap daging kelinci mendukung upaya untuk meningkatkan persentase karkas, serta menekan kadar lemaknya, yang secara tidak langsung menaikkan produktivitas daging kelinci. Salah satu cara untuk mengupayakannya yaitu dengan penambahan tepung temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) pada pakannya.

Temulawak mengandung zat aktif kurkumin dan minyak atsiri yang dapat merangsang nafsu makan dan dapat merangsang sel hati untuk meningkatkan produksi empedu sehingga sekresi empedu berjalan lancar dan pertumbuhannya baik.


Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung temulawak dalam ransum terhadap persentase karkas dan lemak abdominal kelinci lokal jantan. Penelitian dilaksanakan di RT 21/V, Desa Gulon, Kecamatan Jebres, Surakarta selama 8 minggu dimulai tanggal 28 November 2007 sampai 8 Januari 2008.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan menggunakan 24 ekor kelinci lokal jantan umur ±2 bulan dengan bobot badan 727,79 ± 97,3 g. Penelitian menggunakan empat perlakuan (P0, P1, P2, P3) dan setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan setiap ulangan terdiri dua ekor kelinci lokal jantan. Perlakuan yang diberikan adalah: P0 = sebagai kontrol terdiri dari jerami kacang tanah (rendeng) 70 persen + konsentrat 30 persen; P1= kontrol + dua persen tepung temulawak; P2= kontrol + empat persen tepung temulawak dan P3= kontrol + enam persen tepung temulawak. Peubah yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, konformasi karkas dan persentase lemak abdominal.

Rata-rata bobot potong yang diperoleh selama penelitian P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut dalam gram yaitu: 1014,333; 1002,667; 961,667; dan 944,667. Rata-rata bobot karkas dalam gram: 428,667; 429,001; 410,667; dan 390,333. Rata-rata persentase karkas dalam persen: 42,297; 42,771; 42,717 dan 40,997. Rata-rata Konformasi karkas: 41,593; 43,117; 40,147; dan 40,450. Pada penelitian ini tidak terdapat lemak abdominalnya. 

Analisis Variansi menunjukkan hasil berbeda tidak nyata pada setiap parameter yang diamati. Hal ini di diduga karena penambahan tepung temulawak sampai taraf enam persen belum mampu meningkatkan nafsu makan kelinci lokal jantan sehingga konsumsinya masih pada taraf berbeda tidak nyata (P≥0,05).

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa penambahan tepung temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dalam ransum kelinci lokal jantan sampai level enam persen tidak berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, konformasi karkas dan persentase lemak abdominalnya. 

Latar Belakang

Kelinci dilihat dari aspek reproduksi merupakan ternak yang produktif. Ternak ini bila dikelola secara intensif dapat beranak 4-8 kali setahun (Sarwono, 2005). Kelinci juga dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging.

Menurut Lebas (2003) dalam Jauzit (2006) produksi daging kelinci dunia mencapai 1,8 juta ton per tahun, produksi ini masih terbatas pada beberapa negara besar seperti Italia, Prancis, Spanyol, Ukraina dan Cina, disamping itu, juga pada negara-negara berkembang (Nigeria, Mesir, Ghana, dan Maroko).

Di Indonesia terdapat kelinci lokal yang pertumbuhannya lambat. Menurut Sarwono (2005) kelinci lokal di Indonesia, rata-rata mempunyai bobot badan 0,9-1,2 kg, dan belum dipelihara secara intensif. Ternak kelinci merupakan salah satu ternak alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Menurut Kartadisastra (1997), daging kelinci memiliki kualitas yang lebih baik daripada daging sapi, domba dan kambing. Struktur seratnya lebih halus dengan warna dan bentuk menyerupai daging ayam. Menurut Sarwono (2005) daging kelinci mengandung protein tinggi serta kandungan lemaknya sedikit dan rendah kolesterol. Kandungan nutrisi daging kelinci menurut Kartadisastra (1997), yaitu kandungan kalori 160 kkal, protein 21persen, lemak delapan persen, dan Ca 0,02 persen.

Pada dunia peternakan, pakan adalah salah satu faktor yang memiliki porsi terbesar daripada faktor lainnya yaitu 60-70 persen (Rasidi, 2001). Soeparno (1994) menyatakan bahwa pakan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi berat dan komposisi kimia karkas.

Penambahan temulawak dosis satu persen ke dalam ransum domba dan kambing masih dapat memberikan peningkatan respon produksi daging karkas yang diikuti dengan penurunan produksi lemak karkas. Pemberian temulawak xv sampai dosis satu persen masih toleran bagi ternak domba dan kambing. Hal ini ditandai dengan kenaikan nafsu makan yang disertai dengan kenaikan bobot daging dari kedua ternak tersebut (Socheh et al., 1995).

Untuk memenuhi permintaan konsumsi daging kelinci diperlukan upaya untuk meningkatkan prosentase karkasnya, serta menekan kadar lemaknya. Dengan begitu secara tidak langsung menaikkan produktivitas daging kelinci. Salah satu cara untuk mengupayakannya yaitu dengan penambahan tepung temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) pada pakannya. Rimpang temulawak mempunyai aktivitas meningkatkan produksi dan sekresi empedu. Meningkatnya sekresi empedu ke dalam duodenum serta banyaknya ekskresi asam empedu dan kolesterol bersama feses menyebabkan kolesterol dalam darah dan tubuh berkurang (Mangisah, 2003).

Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar 1,6 - 2,22 persen dihitung berdasarkan berat kering. Berkat kandungan kurkumin dan zat-zat minyak atsiri diduga merupakan penyebab berkhasiatnya temulawak (Rukmana, 1995).

Sebagai penambah nafsu makan, kurkuminoid memperbaiki kelainan pada kantung empedu dengan memperlancar pengeluaran cairan empedu dan pankreas, sehingga terjadi peningkatan aktivitas pencernaan. Penggunaan ekstrak rimpang temulawak akan mempercepat pengosongan lambung sehingga akan menambah nafsu makan (Anonimus, 2007).

Penambahan tepung temulawak dalam ransum diharapkan dapat melancarkan pencernaan, akumulasi lemak tubuh, dan pertumbuhan kelinci lokal jantan menjadi lebih baik. Pertumbuhan yang meningkat akan menghasilkan bobot badan yang meningkat serta mampu menghasilkan persentase karkas secara optimal dan lemak abdominal yang rendah.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti pengaruh penambahan tepung temulawak dalam ransum terhadap persentase karkas dan lemak abdominal kelinci lokal jantan. Perumusan Masalah Daging kelinci memiliki kualitas yang lebih baik daripada daging sapi, domba dan kambing. Struktur seratnya lebih halus dengan warna dan bentuk menyerupai daging ayam. Daging kelinci mengandung protein tinggi dan kandungan lemaknya sedikit serta rendah kolesterol Kemungkinan besar karena keunggulannya, di masa mendatang tingkat konsumsi masyarakat akan daging kelinci meningkat.

Untuk memenuhi permintaan konsumsi daging kelinci diperlukan upaya untuk meningkatkan prosentase karkas kelinci, serta menekan kadar lemaknya. Dengan begitu secara tidak langsung menaikkan produktivitas daging kelinci. Salah satu cara untuk mengupayakannya yaitu dengan penambahan tepung temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb) pada ransumnya. Dalam temulawak terdapat zat aktif kurkumin dan minyak atsiri yang dapat merangsang nafsu makan dan dapat merangsang sel hati untuk meningkatkan produksi empedu sehingga sekresi empedu berjalan lancar.
Penambahan tepung temulawak dalam ransum diharapkan dapat melancarkan pencernaan dan penyerapan lemak, sehingga pertumbuhan kelinci lokal jantan menjadi lebih baik. Pertumbuhan yang meningkat akan menghasilkan bobot badan yang meningkat serta mampu menghasilkan persentase karkas secara optimal dan menekan kadar lemak abdominalnya.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti pengaruh penambahan temulawak dalam ransum terhadap persentase karkas dan lemak abdominal kelinci lokal jantan.
Kelinci Lokal Jantan
Taksonomi kelinci menurut menurut Reksohadiprojo (1984), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Logomorpha
Famili : Leporidae
Genus : Oryctolagus
Spesies : Cuniculus

Menurut Whendrato dan Madyana (1983), pada saat ini di Indonesia ada tiga macam kelinci yaitu kelinci lokal, kelinci unggul dan kelinci crossing. Kelinci lokal adalah keturunan kelinci yang masuk ke Indonesia sejak lama, dibawa oleh orang Eropa (Belanda) sebagai ternak hias (kesayangan). Ciri-ciri kelinci lokal adalah bentuk dan bobotnya kecil, sekitar 1,5 kg, bulu bervariasi putih, hitam, belang, abu-abu, bila diperhatikan kelinci lokal mempunyai ciri-ciri keturunan kelinci Belanda (Dutch) dan atau kelinci New Zealand; karena kawin silang yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi, faktor makanan, faktor cuaca, faktor pemeliharaan dan lain-lain sehingga terjadilah kelinci yang biasa disebut kelinci lokal walaupun bukanlah berasal dari Indonesia asli.

Ransum Kelinci Lokal Jantan

Efisiensi produksi kelinci sebagian besar ditentukan oleh fungsi pakan yakni pakan yang cukup jumlahnya dan terpenuhi kandungan nutriennya. Pakan yang kurang baik dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat, reproduksi dan efisiensi rendah serta kelinci mudah terserang penyakit. Kelinci membutuhkan pakan yang berkualitas sebanyak 3 sampai 3,5. persen(bahan kering) dari berat badan untuk mempertahankan kondisi tubuhnya (Arrington dan Kelley, 1986). Sedangkan menurut NRC (1994), kelinci yang sedang tumbuh membutuhkan 16 persen protein kasar, 10 sampai 12 persen serat kasar dan energi 2500 Kkal/Kg. Soeparno (1994) menyatakan bahwa pakan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi berat dan komposisi kimia karkas.

Ternak kelinci mempunyai kemampuan terbatas dalam mencerna serat kasar, jadi sebenarnya dengan hijauan atau hay dari legum yang berkualitas baik saja sudah cukup dapat memenuhi kebutuhan hidup pokoknya. Sebab legum disamping mengandung protein tinggi juga disukai kelinci. Untuk tujuan komersil baik jenis maupun jumlah pakan yang diberikan harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kebutuhan ternaknya (Kartadisastra, 1997). Pemberian ransum sebesar 8 persen dari bobot badan kelinci (de Blass dan Wiseman, 1998).

Jerami kacang tanah atau rendeng merupakan limbah atau sisa dari tanaman kacang tanah setelah diambil bijinya. Kandungan nutrien jerami kacang tanah terdiri dari bahan kering 86 persen, protein kasar 14,7 persen, lemak kasar 2,7 persen, dan serat kasar 30 persen (Hartadi et al., 2005).

Konsentrat untuk ternak kelinci berfungsi untuk meningkatkan kandungan nutrien pakan dan diberikan sebagai tambahan pakan penguat, kalau pakan pokoknya hijauan. Konsentrat untuk pakan kelinci dapat berupa pellet (pakan buatan dari pabrik), bekatul, bungkil, kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas tapioka atau gaplek (Sarwono, 2005).

Temulawak

Tanaman temulawak berbentuk semak tahunan. Seluruh batangnya terdiri dari pelepah-pelepah daun yang menyatu dan mempunyai umbi batang. Tinggi tanaman antara 50 – 200 cm, tumbuh tegak dan berumpun. Daun berbentuk corong, memanjang, permukaan atas daun berwarna hijau tua bergaris-garis coklat, panjang daun 20 – 80 cm, lebar daun 15 – 30 cm, serta tulang daun menyirip dan licin. Permukaan bawah daun berwarna hijau pucat dan mengkilat. Bunga pendek dan lebar, berwarna kuning muda atau kuning bertabur warna merah dipuncaknya, panjang helaian bunga 2,5 - 3,5 cm, panjang tongkol bunga 10 – 20 cm. Rimpang berbentuk bulat atau bulat telur, dari luar berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan, sedang sisi dalam jingga kecoklatan. Dari induk rimpang akan tumbuh rimpang-rimpang baru ke arah samping. Rimpang baru ini lebih kecil, warna lebih muda serta bentuknya beraneka ragam. Aroma harum, tajam, serta rasanya pahit agak pedas. Ujungujung akar biasanya membengkak, membentuk umbi kecil berbentuk bulat sampai bulat telur (Widiyastuti et al.,1997).

Komponen utama dalam rimpang temulawak yang berkhasiat obat ialah minyak atsiri dan kurkuminoid. Warna kuning temulawak berasal dari kurkuminoid yang terutama terdiri dari kurkumin. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, misalnya gangguan pencernaan dan kurang nafsu makan (Inggrid dan Djojosubroto, 2003).
Rimpang temulawak mempunyai warna kuning, cita rasanya pahit, berbau tajam, serta harum. Komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut kurkumin dan juga protein, pati serta zat-zat minyak atsiri. Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar 1,6 - 2,22 persen dihitung berdasarkan berat kering.

Berkat kandungan kurkumin dan zat-zat minyak atsiri diduga merupakan penyebab berkhasiatnya temulawak (Rukmana, 1995). Sebagai penambah nafsu makan, kurkuminoid memperbaiki kelainan pada kantung empedu dengan memperlancar pengeluaran cairan empedu, sehingga terjadi peningkatan aktivitas pencernaan. Penggunaan ekstrak rimpang temulawak dengan dosis rendah akan mempercepat pengosongan lambung sehingga akan menambah nafsu makan ( Anonimus, 2008).

Minyak atsiri dan kurkumin mempunyai khasiat merangsang sel hati untuk meningkatkan produksi empedu dan memperlancar sekresi empedu sehingga cairan empedu meningkat. Hal ini akan mengurangi partikel-partikel padat yang terdapat dalam kantung empedu. Empedu berfungsi melarutkan lemak. Dengan lancarnya sekresi empedu dapat melancarkan pencernaan dan emulsi lemak. Temulawak dapat mempercepat pengosongan lambung. Dengan demikian akan timbul rasa lapar dan merangsang nafsu makan (Wijayakusuma, 2003).

Menurut Socheh, et al. (1995), penambahan dosis temulawak ke dalam ransum domba dan kambing dapat meningkatkan bobot potong, karkas dan daging secara kuantitatif. Penambahan temulawak dosis satu persen ke dalam ransum domba dan kambing masih dapat memberikan peningkatan respon produksi daging karkas yang diikuti dengan penurunan produksi lemak karkas.

Pemberian temulawak sampai dosis satu persen masih toleran bagi ternak domba dan kambing. Hal ini ditandai dengan kenaikan nafsu makan yang disertai dengan kenaikan bobot daging dari kedua ternak tersebut menurut Saadah (2003), pemberian rimpang temulawak sebesar 1,00 persen di dalam ransum ayam broiler, dapat meningkatkan nafsu makan dan konsumsi bahan kering, yang akan berpengaruh pada bobot potong dan produksi karkas, sedangkan persentase lemak karkas menurun.

Karkas

Bobot potong diketahui dengan menimbang kelinci sebelum dipotong setelah kelinci dipuasakan dahulu selama 12 jam (Manual Kesmavet, 1993). Bobot potong dinyatakan dalam gram/ekor. Karkas adalah berat tubuh dari ternak potong setelah pemotongan, dikurangi kepala, darah, serta organ-organ internal. Ginjal pada kelinci termasuk karkas (Soeparno, 1994).

Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong, kemudian dikalikan 100 persen yang sering digunakan untuk pendugaan jumlah daging (Soeparno, 1994). Menurut Rizal (2000), persentase karkas dipengaruhi oleh bobot badan dan perlemakan tubuh pada waktu mencapai kondisi dipasarkan. Presentase karkas kelinci yang baik adalah 49-52 persen (Anonimus, 2007). Konformasi karkas diperoleh dengan cara menghitung perbandingan lingkar karkas dan panjang karkas, kemudian dikalikan 100 (Pujianto et al., 1997).

Persentase Lemak Abdominal

Kualitas pakan berpengaruh terhadap pembentukan lemak abdominal. Tingginya kandungan energi pakan dapat meningkatkan persentase lemak abdominal (Hakim, 1997). Lemak abdominal yaitu lapisan lemak di dalam rongga abdomen. Bobot lemak abdominal dinyatakan dalam gram/ekor (Rizal, 2000).

Hasil Penelitian

Hasil analisis variansi menunjukan bahwa pengaruh penambahan tepung temulawak dalam ransum kelinci local jantan menghasilkan bobot potong yang berbeda tidak nyata(P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung temulawak dalam ransum sampai taraf enam persen dari total ransum, tidak berpengaruh terhadap peningkatan bobot potong kelinci lokal jantan.

Seperti pernyataan Abubakar dan Notoamidjojo (1997) yang menyatakan bahwa bobot potong dipengaruhi oleh konsumsi pakan. Konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata dapat mempengaruhi bobot potong. Semakin tinggi konsumsi ransum maka zat makanan yang masuk kedalam tubuh akan semakin tinggi, sehingga pertumbuhan ternak semakin baik, dan akhirnya meningkatkan bobot potong yang dihasilkan. Konsumsi pakan yang sama antar perlakuan akan mengakibatkan nutrien yang dikonsumsi sama.

Hasil analisis variansi bobot potong yang berbeda tidak nyata disebabkan karena penambahan tepung temulawak dalam ransum sampai taraf enam persen tidak menambah nafsu makan sehingga konsumsinya sama dan mengakibatkan bobot potong yang berbeda tidak nyata.Pertumbuhan ternak dipengaruhi juga oleh ransum yang dikonsumsi, nutrien yang terdapat dalam ransum digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan organ serta jaringan tubuh (Tillman et al., 1991).

Hasil analisis variansi menunjukan bahwa penambahan tepung Temulawak dalam ransum kelinci Lokal Jantan menghasilkan bobot karkas yang berbeda tidak nyata (P>0.05). Hal ini berarti penambahan tepung Temulawak sampai taraf enam persen dari total ransum tidak berpengaruh terhadap bobot karkas kelinci Lokal Jantan.

Bobot potong yang berbeda tidak nyata berpengaruh terhadap bobot karkasnya yang berbeda tidak nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Mujilah (2007), yang menyatakan bahwa adanya kecenderungan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging ( kaki belakang, pinggang, dada, leher) akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya bobot badan, sehingga bobot karkas yang dihasilkan dipengaruhi oleh bobot potong dari ternak yang bersangkutan. Soeparno (1994) menyatakan bahwa bobot potong sangat berpengaruh terhadap berat karkas dan bagian-bagian karkas.

Komponen karkas terdiri dari tulang, daging, dan lemak (Soeparno, 1994). Penurunan bobot karkas dapat disebabkan Minyak atsiri dan kurkumin mempunyai khasiat merangsang sel hati untuk meningkatkan produksi empedu dan memperlancar sekresi empedu sehingga cairan empedu meningkat. Hal ini akan mengurangi partikel-partikel padat yang terdapat dalam kantung empedu. Empedu berfungsi melarutkan lemak. Dengan lancarnya sekresi empedu dapat melancarkan pencernaan dan emulsi lemak (Wijayakusuma, 2003), sehingga lemak dalam karkas sedikit dan mempengaruhi bobot karkas.

Rata-rata persentase karkas yang diperoleh selama penelitian P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut yaitu: 42,297; 42,771; 42,717 dan 40,997 persen. Persentase karkas yang dihasilkan tersebut sudah sesuai dengan pendapat Kartadisastra (1997) bahwa berat karkas ternak kelinci yang baik berkisar antara 40-52 persen dari berat badan hidupnya.

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh penambahan tepung temulawak dalam ransum berbeda tidak nyata(P>0,05) terhadap persentase karkas kelinci lokal jantan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung temulawak sampai taraf enam persen dari total ransum tidak berpengaruh terhadap peningkatan persentase karkas kelinci local jantan.

Hasil berbeda tidak nyata disebabkan karena bobot potong dan bobot karkas yang dihasilkan juga berbeda tidak nyata, kedua hal ini mempengaruhi persentase yang dihasilkan. Sesuai dengan Abubakar dan Notoamidjojo (1997), yang menyatakan bahwa persentase karkas diperoleh dengan membagi berat karkas dengan berat potong kemudian dikalikan 100 persen, sehingga nilainya dipengaruhi lagsung oleh bobot karkas dan bobot potong. Soeparno (1994), menyatakan bahwa persentase karkas dapat dipengaruhi oleh tingkat bobot potong, hal ini menyebabkan selisih bobot potong dan bobot karkas antar perlakuan yang relatif sama sehingga menghasilkan persentase karkas yang berbeda tidak nyata.

Soeparno (1994), menyatakan bahwa faktor yang menentukan presentase karkas adalah umur, berat badan, perlemakan, dan isi saluran pencernaan. Wijayakusuma (2003) menyatakan bahwa minyak atsiri dan kurkumin mempunyai khasiat merangsang sel hati untuk meningkatkan produksi empedu dan memperlancar sekresi/pengeluaran empedu sehingga cairan empedu meningkat. Hal ini akan mengurangi partikel-partikel padat yang terdapat dalam kantung empedu. Empedu berfungsi melarutkan lemak.

Jaringan tubuh ternak mencapai pertumbuhan maksimal dengan urutan dari jaringan syaraf, tulang, otot, dan lemak (Soeparno, 1994). Kelinci lokal jantan dalam usia pertumbuhan akan memanfaatkan pakan untuk memaksimalkan pertumbuhannya, sehingga menyebabkan persentase karkas yang dihasilkan tidak berbeda.

Hasil dari analisis variansi menunjukkan bahwa pengaruh penambahan tepung temulawak sampai taraf enam persen dari total ransum berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap konformasi karkas. Artinya penambahan tepung temulawak sampai taraf enam persen dari total ransum tidak berpengaruh terhadap konformasi karkasnya.

Konformasi karkas diperoleh dengan cara menghitung perbandingan lingkar karkas dan panjang karkas, kemudian dikalikan 100 (Pujianto, 1997). Hasil yang berbeda tidak nyata disebabkan kelinci lokal jantan pada masa pertumbuhan yang sama dan jenis kelinci yang sama. Menurut Pujianto (1997), konformasi karkas dipengaruhi oleh umur perkembangan, kecepatan perkembangan bagian tubuh, dan perbedaan jenis ternak. 

Persentase Lemak Abdominal

Pada penelitian ini tidak didapatkan lemak abdominalnya. Minyak atsiri dan kurkumin mempunyai khasiat merangsang sel hati untuk meningkatkan produksi dan memperlancar sekresi cairan empedu (Wijayakusuma, 2003). Empedu berfungsi mengemulsi lemak. Hal ini akan mengurangi partikel-partikel padat yang terdapat dalam kantung empedu kelinci lokal jantan dan mengakibatkan kandungan lemak tubuhnya sedikit.

Hal ini dapat disebabkan karena usia kelinci lokal jantan yang digunakan dalam penelitian masih dalam usia pertumbuhan, sehingga belum terjadi penimbunan lemak abdominal. Menurut Pamungkas et al. (1992), pada tingkatan umur yang lebih tua terdapat kecenderungan peningkatan berat hidup, berat karkas dan berat organ non karkas.

Pertumbuhan Jaringan memiliki urutan dari sistem saraf pusat, tulang, tendo, otot, lemak intermuskular, dan lemak subkutan (Soeparno, 1994). Pertumbuhan kelinci lokal jantan pada penelitian mungkin belum sampai pada pembentukan lemak abdominal.

0 Response to "Penambahan Tepung Temulawak Dalam Ransum Terhadap Persentase Karkas Dan Lemak Abdominal Kelinci"